TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH
MEDIA PEMBELAJARAN
DOSEN PENGASUH : Dr.INDRATI KUSUMANINGRUM, M.Pd
NAMA : ZURAIDA
NIM : 1109892
KELAS
/ SEMESTER : A / II
PROGRAM
STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
KERJA SAMA
UNIVERSITAS RIAU
2012
BAB I
TEORI BELAJAR DAN
TEORI MEDIA PEMBELAJARAN
A. Teori
Belajar
Belajar
dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu
dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar,
meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecendrungan perilaku (De Cecco
& Crawford, 1977 dalam Ali, 2000: 14). Perubahan perilaku tersebut mencakup
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun
tidak dapat diamati . Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance) sedangkan yang
tidak dapat diamati disebut kecendrungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa
kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat
perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi
secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu,
tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan seseorang
dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukkannya secara
berulang-ulang dengan hasil yang sama. Gagne (1977) seperti yang dikutip Miarso
(2004), berpendapat bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat
internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi
rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang
bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya
diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).
Proses
belajar dalam konteks pendidikan formal, merupakan proses yang dialami secara
langsung dan aktif oleh pebelajar pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar
mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di kelas
maupun di luar kelas (Soedijarto, 1993: 94). Proses belajar yang berkulitas dan
relevan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan.
Belajar merupakan kegiatan aktif pebelajar dalam membangun makna atau
pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada pebelajar dalam membangun
gagasan (Depdiknas, 2002). Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan
yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pebelajar untuk belajar
sepanjang hayat. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih
bermakna dibandingkan dengan satu indera saja. (Dryden, G. dan Jeannette V.,
2002: 195). Hal ini akan memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah
dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja.
Proses
belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks, dimana melibatkan setiap kata,
pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Lozanov (1978), mengatakan bahwa sampai
sejauh mana seorang guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan
pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar itu berlangsung
(DePorter, B., 2002: 3).
1.
Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat
dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari
pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism
( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukumbelajar, diantaranya: /p>
Law of Effect; artinya
bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan
Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek
yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara
Stimulus- Respons.
- Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2.Classical
Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
- Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3.Operant Conditioning
menurut B.F. Skinner
Dari
eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber
(Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.
Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,
melainkan oleh efek yang ditimbu lkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4.Social Learning
menurut Albert Bandura
Teori belajar
sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu
akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak
tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti :
Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan
teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode
Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue
Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
2. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget
merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif
individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre
operational; (3) concrete operational dan (4) formal
operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi
pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005)
menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes
material into their mind from the environment, which may mean changing the
evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the
difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa
belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya
banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :- Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
- Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
- Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
- Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
- Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert
Gagne
Asumsi yang
mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk
hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi
eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran.
Menurut Gagne
tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2)
pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
4. Teori Belajar Gestalt
Gestalt
berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
- Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
- Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
- Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
- Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
- Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
- Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan
Gestalt, yaitu:
- Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
- Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
- Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
- Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam
proses pembelajaran antara lain :
- Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
- Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
- Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
- Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
- Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
B. Teori
Media Pembelajaran
Media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6).
a) Fungsi
dan manfaat media pembelajaran
Istilah media mula-mula dikenal dengan alat peraga,
kemudian dikenal dengan istilah audio visual aids (alat bantu pandang/dengar).
Selanjutnya disebut instructional materials (materi pembelajaran), dan kini
istilah yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah
instructional media (media pendidikan atau media pembelajaran). Dalam perkembangannya,
sekarang muncul istilah e-Learning. Huruf “e” merupakan singkatan dari
“elektronik”. Artinya media pembelajaran berupa alat elektronik, meliputi CD
Multimedia Interaktif sebagai bahan ajar offline dan Web sebagai bahan ajar
online.[2]
Levie & Lents (1982)
mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:
a.
Fungsi atensi,
b.
Fungsi afektif,
c.
Fungsi kognitif,
d.
Fungsi kompensatoris.
C.
Fungsi Atensi
Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu
menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi
pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai
teks materi pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran siswa tidak tertarik
dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran
yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan. Media
gambar khususnya gambar yang diproyeksikan melalui overhead projector dapat
menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka
terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi
pelajaran semakin besar.
D.
Fungsi Afektif
Media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan
siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang
visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang
menyangkut masalah social atau ras.
E.
Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif media visual terlihat dari
temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar
memperlancar pencapaiaan tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau
pesan yang terkandung dalam gambar.
F.
Fungsi Kompensatoris
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari
hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks
membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam
teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi
untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima.
Media pembelajaran, menurut Kemp
& Dayton (1985:28), dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu
digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar
jumlahnya, yaitu :
1.
Memotivasi minat atau tindakan,
2.
Menyajikan informasi,
3.
Memberi instruksi.
Untuk memenuhi fungsi motivasi,
media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil
yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau
pendengar untuk bertindak (turut memikul tanggung jawab, melayani secara
sukarela, atau memberikan subangan material). Pencapaian tujuan ini akan
memperngaruhi sikap, nilai, dan emosi.
Untuk tujuan informasi, media
pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan
sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat amat umum, berfungsi
sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang.
Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi. Ketika
mendengar atau menonton bahan informasi, para siswa bersifat pasif. Partisipasi
yang diharapkan dari siswa hanya terbatas pada persetujuan atau ketidaksetujuan
mereka secara mental, atau terbatas pada perasaan tidak/kurang senang, netral,
atau senang.
Media berfungsi untuk tujuan instruksi
di mana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik
dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga
pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan
psikologis dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan
instruksi yang efektif. Di samping menyenangkan, media pembelajaran harus dapat
memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorang siswa.
BAB I I
ANALISIS SITUASI
A.
Analyze
Learners
Tingkat pendidikan
SMP kelas VII dengan usia 12 sampai 13 tahun. Kemampuan peserta didik kelas VII
ini rata-rata di atas standar. Perbedaan individu tidak terlalu kentara. Keadaan
ekonomi peserta didik mayoritas menengah ke bawah artinya kemampuan orang tua
peserta didik pada umumnya dikategorikan sedang. Mengenai gaya belajar siswa
masih membawa gaya belajar sewaktu mereka masih di tingkat Sekolah Dasar.
Mereka masih mengharapkan instruksi dari guru, sehingga guru harus membimbing
mereka agar dapat melakukan apa yang diinstruksikan.
B.
States
Objectives
Standar : Memahami ragam teks
non dengan berbagai cara membaca.
Kompetensi
Dasar :
Membaca berbagai teks perangkat upacara dengan intonasi yang tepat
Indikator :
·
Siswa dapat menandai penjedaan berbagai dalam
berbagai teks perangkat upacara.
·
Siswa dapat membacakan berbagai teks perangkat
upacara dengan intonasi yang tepat.
C. Select Methode
Pemilihan strategi
dan metode pembelajaran dalam Kompetensi
Dasar tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah di SMP Negeri 9.
Menggunakan metode pemodelan dan demonstrasi rasanya cukup sesuai, karena
Kompetensi Dasar Membaca Teks Perangkat Upacara dilakukan dengan mendengar
model membacakan dan melihat bagaimana model mengekspresikan di saat membaca
teks tersebut setelah itu peserta didik mendemonstrasikannya.
D. Utilize Media and Material
Pada tahap ini guru memggunakan teknologi,
media, dan materi. Untuk mengikuti tahap ini mengikuti 5 proses, yaitu:
1. Preview
bahan
2. Sediakan
bahan
3. Mempersiapkan
lingkungan belajar
4. Mempersiapkan
pebelajar
5. Menyediakan pengalaman belajar
Setelah semua
proses tersebut maka guru akan lebih dapat melaksanakan pembelajaran dengan
media yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Media yang digunakan teks
upacara, karena yang dibaca adalah teks itu sendiri.
E.
Require
Learner Participation
Pada tahap ini bagaimana guru mengajar peserta didik untuk
aktif dalam kegiatan pembelajaran, peserta didik tidak hanya bisa membaca teks
perangkat upacara tetapi dapat memberikan komentar terhadap apa yang
didemonstrasikan teman-temannya.
F.
Evaluate
and Revise
Tahap ini
mengevaluasi dan merevisi perencanaan pembelajaran serta pelaksanaan
pembelajaran . Evaluasi dan revisi dilakukan untuk melihat sejauh mana
teknologi, media , dan materi yang digunakan untuk mencapai indikator yang
ditetapkan.
BAB III
RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMP Negeri 9 Pekanbaru
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : VII / I
Alokasi Waktu : 5 x 40 menit (2 x Pertemuan)
A.
Standar
Kompetensi
·
3. Memahami
ragam teks non sastra dengan berbagai cara membaca.
B.
Kompetensi
Dasar
·
3.3 Membaca
berbagai teks perangkat upacara dengan intonasi yang tepat.
C.
Indikator
·
Siswa dapat menandai penjedaan berbagai dalam
berbagai teks perangkat upacara.
·
Siswa dapat membacakan berbagai teks perangkat
upacara dengan intonasi yang tepat.
D.
Tujuan
Pembelajaran
·
Siswa mampu membaca berbagai teks perangkat
upacara dengan intonasi yang tepat.
E.
Materi
Pembelajaran
Dalam membacakan teks perangkat
upacara, kamu harus mampu membacakannya dengan menggunakan intonasi yang tepat
serta tanda penjedaannya. Tanda intonasi, di antaranya (tanda menaik), (tanda menurun),
dan (tanda mendatar). Selain itu, tanda penjedaannya di antaranya: / (garis
miring satu) berarti sejenak serta // (garis miring dua) berarti berhenti agak
lama.
- Pembacaan teks perangkat upacara
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pembukaan (Preambule)
Bahwa / sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa / dan oleh sebab
itu / maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, / karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. //
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia / telah sampailah kepada saat yang
berbahagia / dengan selamat / sentosa /
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia, / yang
merdeka, / bersatu, / berdaulat, / adil, dan
makmur. //
Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa
/ dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
/ supaya ber kehidupan kebangsaan yang bebas
/ maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaan nya. //
Kemudian daripada itu, / untuk membentuk
suatu Pemerintahan Negara Indonesia / yang
melindungi segenap bangsa Indonesia / dan
seluruh
tumpah darah Indonesia / dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, / men cerdaskan kehidupan
bangsa, / dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia
/ yang berdasarkan kemerdekaan, / perdamaian
abadi / dan keadilan sosial, / maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
/ yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia / yang berkedaulatan rakyat
/ dengan berdasarkan kepada: // Ketuhanan
Yang Maha Esa, / Kemanusiaan yang adil dan
beradab, / Persatuan Indonesia, / dan
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, / serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. //
F.
Metode
Pembelajaran
- Pemodelan
- Demonstrasi
G.
Langkah-langkah
Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan
Pertama : 3 x 40 Menit
1. Kegiatan
Pendahuluan
·
Guru mempersiapkan siswa untuk memulai
pembelajaran.
·
Guru melakukan apersepsi.
·
Guru memotivasi siswa untuk siap belajar.
2. Kegiatan
Inti
·
Siswa mengidentifikasi berbagai teks perangkat
upacara.
·
Beberapa siswa ditugaskan membaca teks perangkat
upacara.
·
Siswa dan guru bertanya jawab tentang penjedaan.
·
Sambil
mendengarkan contoh pembacaan teks perangkat upacara (UUD 1945/Pancasila) siswa memberi penjedaan pada
teks tersebut.
·
Siswa
memberikan tanggapan terhadap pembacaan tersebut.
·
Siswa ditugaskan memberi penjedaan pada teks
doa, pancasila, dan tertib acara upacara bendera.
·
Siswa dan guru membahas penjedaan yang telah
dibuat siswa.
3. Kegiatan
Penutup
·
Guru dan
siswa menyimpulkan pembelajaran.
·
Guru dan siswa melakukan refleksi.
·
Guru menugaskan siswa berlatih membaca teks
perangkat upacara.
Pertemuan Kedua
: 2 x 40 Menit
1. Kegiatan
Pendahuluan
·
Guru mempersiapkan siswa untuk memulai
pembelajaran.
·
Guru melakukan apersepsi.
2. Kegiatan
Inti
·
Siswa membacakan teks perangkat upacara.
·
Siswa yang lain mengamati dan memberikan
penilaian.
·
Tiga pembaca terbaik mendapat penghargaan dari
guru.
3. Kegiatan
Penutup
·
Guru dan
siswa menyimpulkan pembelajaran.
·
Guru dan siswa melakukan refleksi.
H.
Sumber
Belajar
- Buku Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VII.
- Teks perangkat upacara
I.
Penilaian
- Teknik : Tes lisan dan tes unjuk kerja
- Bentuk : Performent
- Instrumen :
Indikator Pencapaian
Kompetensi
|
Teknik Penilaian
|
Bentuk Penilaian
|
Instrumen
|
1.
Dapat menandai penjedaan dalam berbagai teks
perangkat upacara.
2.
Dapat membacakan berbagai teks perangkat
upacara dengan intonasi yang tepat.
|
Tes lisan
|
Unjuk kerja
Peforment
|
1.
Identifikasikanlah berbagai teks perangkat
upacara yang ada di sekolahmu
2.
Bacalah sebuah teks perangkat dengan intonasi
yang tepat!
|
a. Soal dan Tugas
1. Berilah
penjedaan pada teks doa!
2. Bacalah
teks pembukaan UUD 1945 dengan intonasi yang tepat!
b.
Rubrik
Penilaian dan Penskoran
Indikator 1
No
|
Aspek
|
Indikator
|
Skor
|
1.
|
Ketepatan penjedaan pada teks doa
|
Semua
Sebagian
Tidak ada
|
10
2-9
0-1
|
Skor Maksimal
|
10
|
Indikator
2
No
|
Aspek
|
Indikator
|
Skor
|
2.
|
Pembacaan teks Pembukaan UUD 1945
·
Lafal
·
Intonasi
|
Tepat
Kurang tepat
Tidak tepat
Tepat
Kurang tepat
Tidak tepat
|
10
2-9
0-1
10
2-9
0-1
|
Skor Maksimal
|
30
|
Mengetahui Pekanbaru, 11 Juli 2012
Kepala SMP Negeri 9 Pekanbaru Guru Mata Pelajaran,
H. Naharuddin, M.Pd Zuraida, S.Pd
NIP. 195912201981111001 NIP.197306141994122001
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H.M. 2000. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.
Cetakan ke-10. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo
Budiningsih, C.A. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Cet.
Ke-1. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar